Minggu, 21 November 2010

Wiji Thukul Wijaya

Wiji Thukul Wijaya, lahir di Solo, 26 Agustus 1963. penyair arus bawah, drop out an yang ancap membersamai demo kaum buruh, bergabung dengan PRD, Ketua Jakker, pelatih grup Teater Sukabanjir. Pernah disiksa aparat, kini raib dinyatakan orang hilang kurban keganasan Orde Baru pada masa reformasi 1998. Puisi-puisinya sangat merakyat, lugas, direkam dari kehidupan buruh kasardan perkampungan kumuh. Yang paling terkenal adalah puisinya yang berjudul Peringatan dan semboyannya yang lantangyang acap terlontar dari tubuhnya yang ringkih Hanya Ada Satu Kata: LAWAN!

Meski berpendidikan rendah, Wiji Thukul pernah mengikuti 3 Rd Asia Pasifik Trainer’s l’raving Workshop on Cultural Action di Korsel(1990) dan menerima Wrtheimen couragemward dan Werthein Stechting di Netherland (1991). Thukul pernah pula berkesempatan membacakan sajak-sajaknya di Australia (1992). Di kampus-kampus Indonesia, Thukul mengusung citra penyair pengamen. Antologi puisinya Mencari Tanah Lapang (1994), Tumis Kangkung Comberan (1996), Aku Ingin Jadi Peluru (2000); Puisi Pelo; Darman. Puisi-puisinya juga dimuat dalam antologi bersama penyair lain Kicau Kepodang (1993); Suara Sumbang Sini; Dari Negeri Poci 2.

Contoh-contoh Puisinya:

Peringatan

Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus berhati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat tidak berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subpersif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: LAWAN!

Solo 1986 dari AIJP (Aku Ingin Jadi Peluru)


Bunga dan Tembok

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga
Yang dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok
Tapi ditubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat, kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: Engkau Harus Hancur

Dalam keyakinan kami
Dimanapun tirani bisa tumbang

Solo 1986, AIJP (Aku Ingin Jadi Peluru)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar